Linkage Program : Solusi Pembiayaan
Bagi Hasil (terbaru)
Pembiayaan
bagi hasil sejatinya adalah esensi pembiayaan bank syariah. Apalagi pembiayaan
bagi hasil merupakan implementasi dari prinsip keadilan, persamaan , dan
transparansi dalam ekonomi syariah. Bahkan bank syariah sendiri
sebenarnya lekat dengan sebutan bank bagi hasil.
Skema
pembiayaaan bagi hasil yang populer diterapkan perbankan syariah di Indonesia
adalah mudharabah dan musyarakah. Pada sistem mudharabah (trust financing),
bank syariah menjadi penyedia seluruh modal (100%), sementara debitor yang
menjalankan proyek atau usaha. Pada sistem musyarakah (project financing
partisipation), bank syariah dan debitor saling berpartisipasi alias sharing
modal.
Sayangnya,
meskipun pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan primer pada bank syariah,
porsi pembiayaan ini masih kalah dibandingkan dengan pembiayaan berdasarkan
skema jual-beli (murabahah).
Statistik
Perbankan Syariah Bank
Indonesia per Februari 2012
mancatat total pembiayaan perbankan syariah mencapai Rp 87,6
triliun dimana porsi pembiayaan musyarakah mencapai Rp 19,2 triliun atau 21,9% dari total pembiayaan bank syariah. Sedangkan pembiayaan mudharabah hanya sebesar Rp 10,1
triliun atau 11,5%. Bandingkan dengan pembiayaan murabahah yang mencapai Rp 58,3 triliun atau
porsinya sebesar 66,6%.[1]
Alasan
masih rendahnya pembiayaan bagi hasil adalah karena perbankan syariah masih
memandang pembiayaan jenis ini mengandung risiko dan ketidakpastian yang cukup
tinggi.
Risiko
yang paling sering ditakuti bank syariah pada pembiayaan ini yaitu risiko
pendapatan tidak pasti— bahkan bisa tidak memperoleh pendapatan sama sekali dan
risiko kehilangan pokok pembiayaan apabila usaha debitor rugi.
Jika
kerugian karena business risk, maka pembagian kerugian berdasarkan porsi modal
masing-masing pihak. Tapi pada skema mudharabah, karena porsi modal bank
syariah 100%, maka bank syariah yang menanggung kerugian secara finansial.
Sedangkan jika kerugian diakibatkan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan
debitor maka kerugian ditanggung oleh debitor. Tapi pada intinya, jika usaha /
proyek mengalami kerugian berarti bank syariah mengalami kerugian juga, karena
tidak ada hasil yang dibagikan.
Tingginya
risiko tersebut membuat bank syariah mengalami aversion to effort
artinya bank syariah masih bersikap tidak mau repot atau melakukan hal-hal
ekstra—misalnya mendampingi pengusaha—karena biaya monitoring yang
tinggi dan aversion to risk yaitu bank syariah masih bersikap menghindar
dari risiko.
Linkage
Program
Sebagai
lembaga keuangan yang berjalan diatas rel syariah, mau tidak mau bank syariah
harus meningkatkan pembiayaan bagi hasil. Nah. salah satu strategi yang dapat
dilakukan perbankan syariah untuk meningkatkan pembiayaan bagi hasil adalah
melakukan Linkage Program. Apa itu Linkage Program?
Linkage
Program adalah program pembiayaan yang
bersifat kemitraan. Jadi, bank syariah mengeluarkan pembiayaan ke sektor riil
secara tidak langsung. Pembiayaan ini disalurkan lewat agen atau perusahaan
mitra (istilahnya two steps financing). Perusahaan mitra yang menjadi
partner bank syariah bisa berupa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS),
Multifinance dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah seperti Koperasi Jasa keuangan
Syariah (KJKS), Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS), Koperasi pesantren
(Kopontren) dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Bank syariah juga bisa
melakukan Linkage Program dengan lembaga non keuangan seperti perusahaan
perkebunan inti plasma atau perusahaan franchise.
Penerapan
linkage progam menggunakan 3 pola pembiayaan yaitu executing, channeling
dan joint financing. Pada pola executing, bank syariah memberikan
pembiayaan kepada perusahaan mitra dimana kemudian perusahaan mitra
meneruskannya kepada nasabah sebagai end user. Sehingga perusahaan
mitra tercatat sebagai debitor bank syariah sedangkan pembiayaan kepada
end user tercatat sebagai eksposur pembiayaan perusahaan mitra.
Sedangkan
pada pola channeling, bank syariah memberikan pembiayaan secara
langsung kepada nasabah sebagai end user melalui perusahaan mitra
yang bertindak sebagai agen. Pembiayaan kepada end user adalah eksposur
pembiayaan bank syariah. Terakhir, pola joint financing adalah
pembiayaan bersama dimana sumber dananya merupakan sharing antara
bank syariah dan perusahaan mitra.
Untuk
skema yang digunakan, pada pola executing, bank syariah memberikan
pembiayaan kepada perusahaan mitra menggunakan skema bagi hasil, lalu perusahaan
mitra meneruskannya kepada end user, berupa pembiayaan bagi hasil atau
non bagi hasil.
Pada
pola channeling, karena pembiayaan bank syariah mengalir langsung ke end
user, skema yang digunakan kebanyakan murabahah. Sedangkan pada pola joint
financing, bank syariah bisa menggunakan pola musyarakah.
Nah,
Bagaimana dengan risiko pembiayaan? Pada pola executing, risiko
pembiayaan kepada end user berada di pihak perusahaan mitra sedangkan
bank syariah menanggung risiko kepada perusahaan mitra. Pada pola channeling,
risiko pembiayaan ditanggung oleh bank syariah sedangkan perusahaan mitra tidak
menanggung risiko pembiayaan karena hanya sebagai agen. Tetapi perusahaan mitra
tentu menanggung risiko reputasi. Terakhir pada pola joint financing,
kedua belah pihak, bank syariah dan perusahaan mitra, menanggung risiko
pembiayaan secara proporsional.
Nah,
dari paparan diatas dapat dlihat bahwa dengan melakukan Linkage Program—
terutama pada pola executing—bank syariah bisa mereduksi risiko karena
risiko pembiayaan pada end user ditanggung oleh perusahaan mitra. Jadi,
meskipun bank syariah ikut menanggung risiko pembiayaan tapi setidaknya
risikonya lebih “ringan” daripada memberikan pembiayaan bagi hasil langsung
kepada debitor. Mitigasi risiko juga lebih baik karena perusahaan mitra juga
melakukan monitor terhadap end user. Sehingga pengawasan debitor lebih
intensif. Apalagi perusahaan mitra seperti BPRS dan LKMS berperan sebagai society
local institution.
Oleh
karena itu, bank syariah perlu meningkatkan Linkage Program untuk
meningkatkan bagi hasil. Apalagi Linkage Program tidak hanya untuk
meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil tetapi juga akan meningkatkan
penetrasi dan diversifikasi pembiayaan bank syariah di sektor UMKM dan consumer
financing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar